Surat untuk wanita (dari seorang wanita):
Pada masa itu, kau akan tahu betapa banyak batas-batas waktu untukmu. sebuah batas yang tak jelas maknanya. tapi kau tak perlu takut. kita harus mengenal dengan baik potensi keperempuanan kita. dan kita tak perlu mencari jalan keluar, agar kita bisa lepas dari tubuh kita. Tidak perlu. karena tak satupun perempuan yang dapat melawan kaehendak takdir itu. tak satupun dapat pergi dari sejarahnya. maka tetaplah disitu, sebagai perempuan. bagiku menangis adalah anugerah.
Dan kelemahan itu bukan tabu. perempuan memang selalu simbol kelemahan. tak banyak orang tahu, di dalam kelemahan itulah sesungguhnya terdapat sebuah kekuataan. kau tahu, tuhan telah mempercayakan satu tetes cintaNya hanya kepada perempuan, hanya karena kelemahannya itu.
Tentu kau pernah melihat bayi yang baru saja dilahirkan. bayi itu tak memiliki kekuatan apapun. ia lemah. ia tak berdaya. tetapi dalam ketidakberdayan itu, ia mengeluarkan sebuah energi yang sangat kuat untuk dicintai oleh siapapun yang memandangnya, aku ingin, kau dan aku, tetap menjaga kebeningan kelemahan itu. seperti bayi yang selalu wangi dalam kesuciannya.
dikutip dari sebuah novel: matahari di atas gilli
Emansipasi wanita.
Sebuah jargon yang digaungkan oleh Ibu Kartini pada masanya.
melawan penjajahan pada kaum wanita, yang dianggap sebelah mata.
tidak diperbolehkan keluar rumah,
tidak diperkenankan untuk menimba ilmu,
bahkan hanya sekedar untuk bercengkrama pun haram hukumnya.
tapi sebuah pertanyaan besar kembali mengganggu,
sudah sesuaikah perjuangan yang dilakukan oleh kartini dengan kondisi yang ada sekarang?
tentang kesetaraan gender,
tentang kebebasan berekspresi,
tentang kekuatan yang adidaya,
tentang kesamaan hak dan kewajiban?
bukankah segala sesuatu yang diciptakanNya di dunia ini memiliki fungsi saling melengkapi?
adil bukan berarti sama. sama tidak berarti setara.
Islam telah menunjukkan sebuah porsi keadilan:
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(Al-Ahzab : 35)"
entahlah, namun kuyakini bahwa sedahsyat apapun emansipasi wanita itu,
ibu kartini tetap memahami :bagaimanapun kerasnya hati dan kuatnya logika, wanita tetaplah seorang wanita. naluri tanpa alasan -perasaan yang mudah tersentuh-
"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. “ [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
fitrah itu memang ada untuk kita, sahabat...
banyak hal yang bisa dilakukan,
bukan karena kita HANYA seorang wanita.
tapi karena kita ADALAH seorang wanita.
kadang seorang wanita lupa, bahwa ia begitu berharga.
untuk ribuan wanita yang beruntung.
mengenang ibu kartini.
sebuah refleksi diri,
april 2010
Pada masa itu, kau akan tahu betapa banyak batas-batas waktu untukmu. sebuah batas yang tak jelas maknanya. tapi kau tak perlu takut. kita harus mengenal dengan baik potensi keperempuanan kita. dan kita tak perlu mencari jalan keluar, agar kita bisa lepas dari tubuh kita. Tidak perlu. karena tak satupun perempuan yang dapat melawan kaehendak takdir itu. tak satupun dapat pergi dari sejarahnya. maka tetaplah disitu, sebagai perempuan. bagiku menangis adalah anugerah.
Dan kelemahan itu bukan tabu. perempuan memang selalu simbol kelemahan. tak banyak orang tahu, di dalam kelemahan itulah sesungguhnya terdapat sebuah kekuataan. kau tahu, tuhan telah mempercayakan satu tetes cintaNya hanya kepada perempuan, hanya karena kelemahannya itu.
Tentu kau pernah melihat bayi yang baru saja dilahirkan. bayi itu tak memiliki kekuatan apapun. ia lemah. ia tak berdaya. tetapi dalam ketidakberdayan itu, ia mengeluarkan sebuah energi yang sangat kuat untuk dicintai oleh siapapun yang memandangnya, aku ingin, kau dan aku, tetap menjaga kebeningan kelemahan itu. seperti bayi yang selalu wangi dalam kesuciannya.
dikutip dari sebuah novel: matahari di atas gilli
Emansipasi wanita.
Sebuah jargon yang digaungkan oleh Ibu Kartini pada masanya.
melawan penjajahan pada kaum wanita, yang dianggap sebelah mata.
tidak diperbolehkan keluar rumah,
tidak diperkenankan untuk menimba ilmu,
bahkan hanya sekedar untuk bercengkrama pun haram hukumnya.
tapi sebuah pertanyaan besar kembali mengganggu,
sudah sesuaikah perjuangan yang dilakukan oleh kartini dengan kondisi yang ada sekarang?
tentang kesetaraan gender,
tentang kebebasan berekspresi,
tentang kekuatan yang adidaya,
tentang kesamaan hak dan kewajiban?
bukankah segala sesuatu yang diciptakanNya di dunia ini memiliki fungsi saling melengkapi?
adil bukan berarti sama. sama tidak berarti setara.
Islam telah menunjukkan sebuah porsi keadilan:
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(Al-Ahzab : 35)"
entahlah, namun kuyakini bahwa sedahsyat apapun emansipasi wanita itu,
ibu kartini tetap memahami :bagaimanapun kerasnya hati dan kuatnya logika, wanita tetaplah seorang wanita. naluri tanpa alasan -perasaan yang mudah tersentuh-
"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. “ [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
fitrah itu memang ada untuk kita, sahabat...
banyak hal yang bisa dilakukan,
bukan karena kita HANYA seorang wanita.
tapi karena kita ADALAH seorang wanita.
kadang seorang wanita lupa, bahwa ia begitu berharga.
untuk ribuan wanita yang beruntung.
mengenang ibu kartini.
sebuah refleksi diri,
april 2010
Thanks to my beloved friend, Haniefah Noor Esa for the note..

Film ini menceritakan tentang pembunuhan salah satu pelajar Korea. Tersangkanya ada dua dan salah satunya si Geunseuk. Kalau dikira nih kasus gampang (kayak yang gue bayangnginpertama kali) jawabannya adalah SALAH. Ternyata nih kasus bener-bener ngejelimet.



Ternyata Eun Hwan punya penyakit sejenis jantung gitu. Kalau ada hal yang bikin dia bener-bener sedih atau seneng maka itu bakal bikin jantungnya berhenti. Termasuk pernyataan kalau Jae Kyeong suka sama dia. Jadi sejak itu Jae Kyeong berusaha buat selalu ada di samping Eun Hwan, dia nggak mau Eun Hwan pergi tapi dia nggak ada di sampingnya. Eun Hwan sendiri berharap dia jangan dulu pergi sebelum salju pertama turun. Waktu mereka jalan dan ngeliat ada tanaman (nggak tahu apa namanya) bulet-bulet ada serpihan gitu. Katanya kalau ditiup maka permintaan akan terkabul. Dan mereka berdua niup-niup tanaman itu. Lucu deh. 

Akhirnya Jae Kyeong lulus juga. Pas acara graduated Eun Hwan dapet penghargaan "persahabatan" tapi sayang dia udah nggak ada. Kursi di sebelah Jae Kyeong yang jadi tempat duduk Eun Hwan cuma ada bunga yang mewakili Eun Hwan. Kerennya si Jae Kyeong nggak nangis tapi malah ngomong "Eun Hwan, sudah 3 menit. Ayo buka matamu". Gilaa, ada cowok se tabah ini, ckckck. Satu per-satu orang pulang dan Jae Kyeong jadi yang etrakhir. Pas dia mau keluar tiba-tiba pengacaranya dateng dan bilang kalau dia berhasil dapetin warisan kakeknya. Jae Kyeong bingung lah ya secara sebelumnya dia udah menyerah duluan. Ternyata si Kakek ngasih pesen kalau Jae Kyeong berhasil mendapatkan sesuatu di tempat terpencil itu maka dia telah berhasil. -THE END-






