Selasa, 20 April 2010

Selamat Hari Kartini untuk semua perempuan Indonesia

Surat untuk wanita (dari seorang wanita):

Pada masa itu, kau akan tahu betapa banyak batas-batas waktu untukmu. sebuah batas yang tak jelas maknanya. tapi kau tak perlu takut. kita harus mengenal dengan baik potensi keperempuanan kita. dan kita tak perlu mencari jalan keluar, agar kita bisa lepas dari tubuh kita. Tidak perlu. karena tak satupun perempuan yang dapat melawan kaehendak takdir itu. tak satupun dapat pergi dari sejarahnya. maka tetaplah disitu, sebagai perempuan. bagiku menangis adalah anugerah.

Dan kelemahan itu bukan tabu. perempuan memang selalu simbol kelemahan. tak banyak orang tahu, di dalam kelemahan itulah sesungguhnya terdapat sebuah kekuataan. kau tahu, tuhan telah mempercayakan satu tetes cintaNya hanya kepada perempuan, hanya karena kelemahannya itu.

Tentu kau pernah melihat bayi yang baru saja dilahirkan. bayi itu tak memiliki kekuatan apapun. ia lemah. ia tak berdaya. tetapi dalam ketidakberdayan itu, ia mengeluarkan sebuah energi yang sangat kuat untuk dicintai oleh siapapun yang memandangnya, aku ingin, kau dan aku, tetap menjaga kebeningan kelemahan itu. seperti bayi yang selalu wangi dalam kesuciannya.

dikutip dari sebuah novel: matahari di atas gilli

Emansipasi wanita.

Sebuah jargon yang digaungkan oleh Ibu Kartini pada masanya.
melawan penjajahan pada kaum wanita, yang dianggap sebelah mata.

tidak diperbolehkan keluar rumah,
tidak diperkenankan untuk menimba ilmu,
bahkan hanya sekedar untuk bercengkrama pun haram hukumnya.

tapi sebuah pertanyaan besar kembali mengganggu,
sudah sesuaikah perjuangan yang dilakukan oleh kartini dengan kondisi yang ada sekarang?

tentang kesetaraan gender,
tentang kebebasan berekspresi,
tentang kekuatan yang adidaya,
tentang kesamaan hak dan kewajiban?

bukankah segala sesuatu yang diciptakanNya di dunia ini memiliki fungsi saling melengkapi?
adil bukan berarti sama. sama tidak berarti setara.

Islam telah menunjukkan sebuah porsi keadilan:
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(Al-Ahzab : 35)"

entahlah, namun kuyakini bahwa sedahsyat apapun emansipasi wanita itu,
ibu kartini tetap memahami :bagaimanapun kerasnya hati dan kuatnya logika, wanita tetaplah seorang wanita. naluri tanpa alasan -perasaan yang mudah tersentuh-

"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. “ [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].


fitrah itu memang ada untuk kita, sahabat...
banyak hal yang bisa dilakukan,

bukan karena kita HANYA seorang wanita.
tapi karena kita ADALAH seorang wanita.

kadang seorang wanita lupa, bahwa ia begitu berharga.


untuk ribuan wanita yang beruntung.
mengenang ibu kartini.

sebuah refleksi diri,
april 2010
Thanks to my beloved friend, Haniefah Noor Esa for the note..

Tidak ada komentar: